Olahraga Menyenangkan

Menciptakan Kebugaran Jasmani yang menyenangkan.

Bergembira bersama

Kebugaran Jasmani yuk.

Bergerak Bersama

Olahraga bareng.

Kamis, 20 Maret 2025

Bagaimana Jantung Bekerja Ketika Berolahraga

 Bagaimana Jantung Bekerja Ketika Berolahraga

            Jantung adalah organ vital yang memainkan peran penting dalam sistem kardiovaskular manusia, terutama saat seseorang berolahraga (Guyton & Hall, 2016). Saat tubuh mulai melakukan aktivitas fisik, jantung bekerja lebih keras untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi yang meningkat pada otot (McArdle, Katch, & Katch, 2015). Peningkatan kebutuhan energi ini mengharuskan jantung untuk meningkatkan kapasitas kerjanya dengan berbagai mekanisme fisiologis yang kompleks (Joyner & Casey, 2015). 

Jantung

            Ketika seseorang mulai berolahraga, sistem saraf simpatis diaktifkan, menyebabkan peningkatan denyut jantung dan kontraksi miokardium yang lebih kuat (Wilmore, Costill, & Kenney, 2008). Proses ini dikenal sebagai respons kardiovaskular awal terhadap olahraga dan terjadi dalam beberapa detik pertama setelah aktivitas dimulai (Astrand & Rodahl, 2003). Aktivasi ini juga merangsang pelepasan hormon epinefrin dan norepinefrin yang semakin meningkatkan kerja jantung dan mempersiapkan tubuh untuk menghadapi stres fisik (Brooks, Fahey, & Baldwin, 2005).

            Selain itu, curah jantung, yaitu volume darah yang dipompa oleh jantung per menit, meningkat secara signifikan selama olahraga (Fletcher et al., 2018). Peningkatan curah jantung ini terjadi karena peningkatan volume sekuncup dan frekuensi denyut jantung (Powers & Howley, 2017). Penelitian menunjukkan bahwa pada individu terlatih, peningkatan curah jantung lebih banyak disebabkan oleh volume sekuncup yang lebih tinggi dibandingkan peningkatan denyut jantung (Saltin & Calbet, 2006). Dalam kondisi maksimal, curah jantung atlet elite dapat meningkat hingga lima hingga enam kali lipat dibandingkan saat istirahat (Levine, 2008).

            Seiring meningkatnya intensitas latihan, terjadi redistribusi aliran darah, di mana lebih banyak darah dialihkan ke otot yang bekerja dan lebih sedikit yang mengalir ke organ-organ seperti ginjal dan saluran pencernaan (Rowell, 2013). Hal ini memungkinkan otot mendapatkan lebih banyak oksigen dan nutrisi untuk mempertahankan kinerja selama latihan (Brooks, Fahey, & Baldwin, 2005). Mekanisme ini dikendalikan oleh faktor metabolik lokal yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah di otot aktif dan vasokonstriksi di daerah yang kurang membutuhkan darah (Laughlin et al., 2012).

            Selain itu, olahraga juga meningkatkan efisiensi sistem peredaran darah dengan meningkatkan elastisitas pembuluh darah dan menurunkan resistensi vaskular (Joyner & Casey, 2015). Peningkatan elastisitas ini membantu jantung bekerja lebih efisien dalam memompa darah ke seluruh tubuh (Seals, Desouza, Donato, & Tanaka, 2008). Studi menunjukkan bahwa individu yang rutin berolahraga mengalami peningkatan kapasitas vaskular yang berkontribusi pada penurunan risiko penyakit kardiovaskular dalam jangka panjang (Green et al., 2017).

            Ketika seseorang berolahraga dalam durasi yang cukup lama, tubuh mulai mengandalkan mekanisme pengaturan tekanan darah untuk mencegah hipertensi akibat peningkatan curah jantung (Halliwill, 2001). Vasodilatasi perifer terjadi untuk mengurangi beban jantung dan menjaga tekanan darah tetap stabil selama latihan (Kenney, Wilmore, & Costill, 2020). Selain itu, olahraga aerobik yang teratur diketahui dapat menurunkan tekanan darah istirahat pada individu dengan hipertensi (Cornelissen & Smart, 2013).

            Pada individu yang berlatih secara teratur, jantung mengalami adaptasi fisiologis yang disebut hipertrofi ventrikel kiri, di mana dinding ventrikel kiri menjadi lebih tebal dan kuat untuk meningkatkan kapasitas pompa jantung (Pluim et al., 2000). Adaptasi ini membantu atlet memiliki denyut jantung istirahat yang lebih rendah dan kapasitas aerobik yang lebih tinggi dibandingkan individu yang tidak terlatih (Fagard, 2003). Selain itu, latihan fisik juga meningkatkan efisiensi mitokondria dalam sel miokardium, sehingga meningkatkan kinerja energi jantung (Holloszy & Coyle, 1984).

            Setelah sesi olahraga selesai, tubuh memasuki fase pemulihan di mana denyut jantung mulai kembali ke tingkat normalnya (Imai et al., 1994). Laju pemulihan jantung ini dapat menjadi indikator kebugaran kardiovaskular seseorang, di mana individu yang lebih fit memiliki pemulihan denyut jantung yang lebih cepat dibandingkan mereka yang kurang fit (Cole et al., 1999). Faktor-faktor seperti hidrasi, suhu tubuh, dan durasi latihan juga mempengaruhi kecepatan pemulihan ini (Stanley, Peake, & Buchheit, 2013).

            Olahraga juga memiliki efek jangka panjang yang positif terhadap jantung, termasuk peningkatan kapasitas aerobik, peningkatan sensitivitas insulin, dan penurunan kadar kolesterol LDL (Thompson et al., 2007). Dengan latihan yang teratur, sistem kardiovaskular dapat mengalami berbagai adaptasi positif yang mendukung kesehatan jantung dan meningkatkan performa fisik secara keseluruhan (Lee et al., 2012). Studi epidemiologi menunjukkan bahwa individu yang rutin berolahraga memiliki risiko lebih rendah terkena penyakit jantung koroner dan stroke dibandingkan mereka yang menjalani gaya hidup sedentari (Myers et al., 2002).

            Dengan demikian, pemahaman tentang bagaimana jantung bekerja selama olahraga dapat membantu individu merancang program latihan yang optimal untuk kesehatan kardiovaskular. Menjaga pola latihan yang seimbang dan teratur dapat memberikan manfaat besar bagi kesehatan jantung dalam jangka panjang serta meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan (Garber et al., 2011).

Selasa, 18 Maret 2025

Wajib Tahu !!!! Berikut adalah 10 permainan pemanasan olahraga untuk tingkat SMA

Berikut adalah 10 permainan pemanasan olahraga untuk tingkat SMA 

1. Rantai Manusia

Cara Bermain:

  1. Siswa berbaris dalam satu garis di titik start.
  2. Orang pertama mulai berlari mengelilingi lapangan lalu kembali ke barisan, kemudian menggandeng tangan orang kedua.
  3. Keduanya berlari bersama mengelilingi lapangan, kembali, lalu menggandeng orang ketiga.
  4. Proses ini terus berulang hingga semua anggota dalam satu barisan berlari bersama-sama.
  5. Tim yang paling cepat menyelesaikan permainan adalah pemenangnya.

Manfaat:

- Meningkatkan daya tahan tubuh dan stamina.
- Melatih kerja sama dan kekompakan tim.
-  Membantu meningkatkan keseimbangan saat berlari dalam kelompok.


2. Kejar Bendera

Cara Bermain:

  1. Siswa dibagi menjadi dua tim dengan jumlah yang seimbang.
  2. Setiap tim memiliki bendera yang diletakkan di sudut lapangan.
  3. Pemain dari masing-masing tim harus mencoba mencuri bendera lawan dan membawanya kembali ke markas tanpa tertangkap.
  4. Jika pemain tertangkap, mereka harus kembali ke markas sendiri sebelum mencoba lagi.
  5. Tim yang berhasil mencuri bendera lawan lebih banyak dalam waktu yang ditentukan adalah pemenangnya.

Manfaat:

- Melatih kecepatan dan refleks saat berlari.
- Mengembangkan strategi tim dan kerja sama.
- Meningkatkan ketangkasan dan daya tahan tubuh.


3. Kucing dan Tikus

Cara Bermain:

  1. Seorang siswa dipilih sebagai “kucing” dan yang lain sebagai “tikus”.
  2. Siswa lainnya berdiri dalam lingkaran, dan tikus bisa berlari serta berlindung dengan bersembunyi di belakang salah satu siswa.
  3. Kucing harus berusaha menangkap tikus sebelum tikus bisa berlindung.
  4. Jika tikus tertangkap, peran diganti dengan pemain lain.
  5. Permainan berlangsung selama beberapa putaran.

Manfaat:

- Melatih kecepatan dan kelincahan.
- Meningkatkan konsentrasi dalam membaca situasi.
- Mengembangkan strategi untuk menghindari lawan.


4. Lompat Keluar-Keluar

Cara Bermain:

  1. Siswa berdiri dalam lingkaran dengan posisi kaki terbuka sedikit lebih lebar dari bahu.
  2. Guru memberikan aba-aba, misalnya "ke dalam" atau "ke luar".
  3. Jika aba-aba "ke dalam", siswa harus melompat ke tengah lingkaran. Jika "ke luar", mereka harus melompat keluar.
  4. Jika ada siswa yang salah mengikuti aba-aba, mereka harus melakukan hukuman ringan seperti push-up atau squat.

Manfaat:

- Melatih kelincahan dan keseimbangan tubuh.
- Meningkatkan fokus dan konsentrasi.
- Membantu pemanasan otot kaki dengan lompat ringan.


5. Estafet Bola

Cara Bermain:

  1. Siswa dibagi menjadi beberapa tim.
  2. Setiap tim harus memindahkan bola dari satu titik ke titik lainnya tanpa menggunakan tangan (bisa dengan kepala, punggung, atau kaki).
  3. Jika bola jatuh, tim harus mengulang dari awal lintasan.
  4. Tim yang pertama berhasil memindahkan bola ke garis finish adalah pemenangnya.

Manfaat:

- Melatih koordinasi dan keseimbangan tubuh.
- Mengembangkan kerja sama dalam tim.
- Menguatkan otot-otot tubuh bagian atas dan bawah.


6. Lari Beregu dengan Tali

Cara Bermain:

  1. Siswa berpasangan, kemudian kaki kanan salah satu siswa diikat dengan kaki kiri pasangannya menggunakan tali.
  2. Pasangan harus berlari menuju garis finish dengan tetap menjaga keseimbangan.
  3. Tim yang paling cepat sampai ke garis akhir adalah pemenangnya.

Manfaat:

- Meningkatkan koordinasi antara kedua pemain.
- Melatih keseimbangan tubuh saat berjalan bersama.
- Membangun kerja sama tim.


7. Zig-Zag Cone Race

Cara Bermain:

  1. Susun beberapa cone atau rintangan dalam jalur zig-zag.
  2. Siswa harus berlari melewati rintangan tanpa menyentuh cone.
  3. Setelah melewati semua rintangan, mereka harus berlari kembali ke start dan memberi giliran ke pemain berikutnya.
  4. Tim yang menyelesaikan lintasan lebih cepat adalah pemenangnya.

Manfaat:

- Melatih kelincahan dan keseimbangan.
- Meningkatkan refleks tubuh dalam menghindari rintangan.
- Mengembangkan daya tahan tubuh.


8. Tali Lompat Berantai

Cara Bermain:

  1. Siswa dibagi menjadi beberapa tim.
  2. Setiap siswa dalam tim harus melompati tali secara bergantian.
  3. Jika ada siswa yang gagal melewati tali, mereka harus mengulang giliran mereka.
  4. Tim yang berhasil menyelesaikan lompatan lebih cepat adalah pemenangnya.

Manfaat:

- Meningkatkan kekuatan kaki dan daya tahan tubuh.
- Melatih koordinasi gerakan lompat.
- Meningkatkan kelincahan dan keseimbangan.


9. Tebak Gerakan

Cara Bermain:

  1. Siswa dibagi menjadi beberapa pasangan.
  2. Salah satu siswa dalam pasangan melakukan gerakan olahraga (misalnya squat, push-up, jumping jack) tanpa suara.
  3. Pasangan lainnya harus menebak gerakan tersebut dan menirukannya dengan benar.
  4. Setelah beberapa putaran, peran siswa dalam pasangan ditukar.

Manfaat:

- Melatih pemahaman gerakan tubuh.
- Meningkatkan fokus dan konsentrasi.
- Mengembangkan kreativitas dalam komunikasi non-verbal.


10. Tarik Tambang Berjalan

Cara Bermain:

  1. Dua tim saling berhadapan memegang tali tambang.
  2. Tidak seperti tarik tambang biasa, kedua tim harus berjalan maju sambil tetap menarik tali.
  3. Tim yang berhasil menarik lawannya melewati garis batas terlebih dahulu adalah pemenangnya.

Manfaat:

- Melatih kekuatan otot lengan dan tubuh bagian bawah.
- Mengembangkan kerja sama tim dan strategi.
- Meningkatkan daya tahan fisik.


Minggu, 16 Maret 2025

Bagaimana Otot Berubah Ketika Berolahraga ???

 Bagaimana Otot Berubah Ketika Berolahraga ???

        Olahraga merupakan salah satu cara terbaik untuk meningkatkan kesehatan tubuh, terutama dalam membangun dan memperkuat otot. Proses ini melibatkan berbagai perubahan dalam tubuh, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Berikut adalah penjelasan ilmiah mengenai bagaimana otot berubah ketika seseorang berolahraga.

Perubahan Jangka Pendek Selama Berolahraga

1. Peningkatan Aliran Darah ke Otot

        Ketika seseorang berolahraga, tubuh meningkatkan aliran darah ke otot yang aktif untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi (Guyton & Hall, 2016). Jantung memompa lebih banyak darah untuk mendukung metabolisme otot yang meningkat (Wilmore & Costill, 2004). Akibatnya, otot menjadi lebih penuh atau "pump" akibat peningkatan volume darah di dalamnya (Kraemer & Ratamess, 2005).

2. Peningkatan Suhu Otot

        Suhu otot meningkat selama aktivitas fisik karena peningkatan produksi panas dari kontraksi otot (Bergh & Ekblom, 1979). Ini menyebabkan serat otot menjadi lebih elastis dan mengurangi risiko cedera (McArdle, Katch, & Katch, 2015). Peningkatan suhu juga mempercepat reaksi enzimatik yang mendukung metabolisme energi (Hargreaves & Spriet, 2020).

3. Produksi Asam Laktat

        Saat intensitas olahraga tinggi, otot memproduksi energi melalui metabolisme anaerobik, yang menghasilkan asam laktat sebagai produk sampingan (Brooks, Fahey, & Baldwin, 2005). Akumulasi asam laktat dalam otot dapat menyebabkan sensasi terbakar dan kelelahan sementara (Gladden, 2004). Namun, tubuh secara alami akan membersihkan asam laktat melalui aliran darah setelah aktivitas selesai (Robergs et al., 2004).

4. Peningkatan Aktivasi Saraf Otot

        Olahraga merangsang sistem saraf untuk mengirim sinyal lebih cepat ke otot, meningkatkan reaksi dan kekuatan sementara (Enoka, 2015). Latihan yang dilakukan secara konsisten dapat meningkatkan efisiensi komunikasi antara otak dan otot, yang berkontribusi pada peningkatan performa fisik (Haff & Triplett, 2015).

Perubahan Jangka Panjang Akibat Latihan Rutin

1. Hipertrofi Otot (Pembesaran Otot)

        Latihan beban secara konsisten menyebabkan mikrotrauma pada serat otot, yang kemudian diperbaiki oleh tubuh, menghasilkan pertumbuhan otot atau hipertrofi (Schoenfeld, 2010). Proses ini dipengaruhi oleh peningkatan sintesis protein otot dan pelepasan hormon anabolik seperti testosteron dan hormon pertumbuhan (West & Phillips, 2012).

2. Peningkatan Daya Tahan Otot

        Latihan aerobik, seperti berlari atau bersepeda, meningkatkan jumlah mitokondria dalam sel otot, yang berperan dalam produksi energi (Holloszy, 1967). Selain itu, terjadi peningkatan kapasitas oksidatif otot, yang memungkinkan tubuh menggunakan oksigen lebih efisien dan memperlambat timbulnya kelelahan (Bassett & Howley, 2000).

3. Peningkatan Kekuatan dan Koordinasi

        Latihan yang teratur meningkatkan efektivitas sistem saraf dalam mengaktifkan unit motorik otot, menghasilkan peningkatan kekuatan (Aagaard et al., 2000). Selain itu, olahraga melatih koordinasi antara kelompok otot yang berbeda, sehingga gerakan menjadi lebih efisien dan bertenaga (Carroll, Riek, & Carson, 2001).

4. Perubahan Komposisi Serat Otot

        Latihan yang berulang dapat menyebabkan perubahan pada serat otot. Serat otot tipe II (fast-twitch), yang biasanya digunakan untuk gerakan eksplosif, dapat mengalami adaptasi menjadi lebih tahan lama jika sering dilatih dalam aktivitas aerobik (Staron et al., 1991). Sebaliknya, serat otot tipe I (slow-twitch) dapat berkembang menjadi lebih kuat dengan latihan beban (Hather et al., 1991).

Dampak Latihan Terhadap Sistem Hormon

        Olahraga mempengaruhi pelepasan hormon yang mendukung pertumbuhan dan pemulihan otot. Latihan beban meningkatkan kadar testosteron, hormon pertumbuhan, dan insulin-like growth factor-1 (IGF-1), yang semuanya berperan dalam hipertrofi otot (Kraemer & Ratamess, 2005). Selain itu, olahraga menurunkan kadar hormon stres seperti kortisol, yang dapat merusak otot jika berlebihan (Hackney, 2006).

Pemulihan dan Adaptasi Otot

        Setelah berolahraga, otot membutuhkan waktu untuk pulih dan beradaptasi. Pemulihan melibatkan sintesis protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemecahan protein, yang mengarah pada pertumbuhan otot (Phillips et al., 1997). Konsumsi protein dan karbohidrat setelah latihan dapat membantu mempercepat pemulihan dan mengisi kembali glikogen otot (Ivy, 1998).

Kesimpulan

        Otot mengalami berbagai perubahan saat seseorang berolahraga, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Peningkatan aliran darah, suhu otot, dan produksi asam laktat adalah beberapa perubahan yang terjadi saat olahraga berlangsung. Dalam jangka panjang, latihan yang konsisten dapat menyebabkan hipertrofi otot, peningkatan daya tahan, dan perubahan komposisi serat otot. Adaptasi ini didukung oleh sistem saraf dan hormonal yang bekerja untuk meningkatkan performa fisik. Oleh karena itu, olahraga secara teratur sangat penting untuk menjaga kesehatan dan kekuatan otot dalam jangka panjang.

Referensi

Aagaard, P., Simonsen, E. B., Andersen, J. L., Magnusson, S. P., & Dyhre-Poulsen, P. (2000). Increased rate of force development and neural drive of human skeletal muscle following resistance training. Journal of Applied Physiology, 93(4), 1318-1326.

Bassett, D. R., & Howley, E. T. (2000). Limiting factors for maximum oxygen uptake and determinants of endurance performance. Medicine & Science in Sports & Exercise, 32(1), 70-84.

Schoenfeld, B. J. (2010). The mechanisms of muscle hypertrophy and their application to resistance training. Journal of Strength and Conditioning Research, 24(10), 2857-2872.

West, D. W. D., & Phillips, S. M. (2012). Anabolic processes in human skeletal muscle: Resting and exercise-induced protein turnover. Sports Medicine, 42(12), 969-984.


Sabtu, 15 Maret 2025

Otot Ketika Tidak Dilatih dan Pembentukan Otot

 Otot Ketika Tidak Dilatih dan Pembentukan Otot

Perbedaan otot
chat gpt.

            Otot adalah jaringan tubuh yang sangat dinamis, yang selalu beradaptasi terhadap stimulus fisik yang diberikan, seperti latihan atau aktivitas fisik (Schoenfeld, 2010). Ketika otot tidak dilatih, proses fisiologis di dalam tubuh mengarah pada penurunan ukuran dan kekuatan otot (Fry et al., 2009). Sebaliknya, latihan fisik yang teratur dan terencana dapat merangsang proses pembentukan dan pembesaran otot (hipertrofi) (Bamman et al., 2003). Dalam artikel ini, akan dibahas bagaimana otot berfungsi ketika tidak dilatih dan mengapa latihan sangat penting untuk pembentukan otot.

A. Struktur dan Fungsi Otot

            Otot manusia terdiri dari tiga jenis utama: otot polos, otot jantung, dan otot rangka. Otot rangka adalah jenis otot yang paling berperan dalam gerakan tubuh dan dapat dikendalikan secara sadar (Herring et al., 2011). Otot ini terdiri dari serat-serat yang sangat terorganisir dan saling bekerja sama untuk memungkinkan gerakan. Ketika kita berolahraga atau melakukan aktivitas fisik, otot rangka ini menerima stimulus yang menyebabkan serat ototnya mengalami kerusakan ringan (mikrotrauma) yang kemudian diperbaiki dan diperbesar, menghasilkan otot yang lebih kuat dan lebih besar (Schoenfeld, 2010).

Kamis, 13 Maret 2025

Senam Anak Indonesia Hebat 2025 KEMDIKDASMEN

 

   

Senam Anak Indonesia Hebat 2025

    Senam Anak Indonesia Hebat 2025 adalah sebuah rangkaian gerakan senam yang dirancang untuk meningkatkan kesehatan, kebugaran, dan semangat kebangsaan masyarakat Indonesia. Senam ini menggabungkan unsur olahraga, seni, serta budaya khas Indonesia, menciptakan gerakan yang enerjik, dinamis, dan mudah diikuti oleh semua kalangan, dari anak-anak hingga lansia.

    Gerakan dalam senam ini terinspirasi dari kekayaan budaya Nusantara, mulai dari tari tradisional hingga elemen olahraga modern. Dengan iringan musik yang penuh semangat dan berjiwa nasionalis, senam ini bertujuan untuk membangkitkan rasa persatuan dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia.

Ciri khas Senam Anak Indonesia Hebat 2025:
Gerakan Dinamis & Mudah Dipelajari – Didesain agar bisa dilakukan oleh semua usia dan tingkat kebugaran.
Musik Energik & Nasionalis – Menggunakan lagu-lagu yang membangkitkan semangat dan cinta tanah air.
Mengandung Unsur Budaya Lokal – Gerakan terinspirasi dari tarian daerah dan seni bela diri khas Indonesia.
Meningkatkan Kebugaran & Kesehatan – Membantu meningkatkan daya tahan tubuh, keseimbangan, serta koordinasi.

Senam ini diharapkan menjadi gerakan nasional yang dapat dilakukan di berbagai instansi, sekolah, komunitas, dan acara olahraga untuk mewujudkan masyarakat yang lebih sehat, bugar, dan penuh semangat dalam membangun Indonesia yang lebih hebat


                                                        PENILAIAN SENAM

Berikut adalah tabel kriteria penilaian senam Anak Indonesia Sehat 2025:

Kriteria Penilaian

Rentang Nilai

Deskripsi

Sangat Baik

90-100

Gerakan dilakukan dengan sangat sempurna, konsisten, harmonis, sesuai ritme, dan penuh energi.

Baik

82-89

Gerakan dilakukan dengan baik, cukup harmonis, ada sedikit kekurangan namun tidak mencolok.

Cukup

75-81

Gerakan dilakukan dengan cukup baik, ada beberapa kekurangan yang memengaruhi harmonisasi.

Kurang

<75

Gerakan dilakukan dengan banyak kesalahan, tidak konsisten, dan kurang sesuai ritme.

 

Berikut adalah tabel dengan rincian gerakan senam dan sikap yang dapat digunakan untuk penilaian Senam Indonesia Sehat 2025:

Berikut adalah tabel penilaian yang diperbarui dengan skor di samping kategori:

Aspek Penilaian

Kategori

Skor

Deskripsi

1. Gerakan Dasar

Posisi Awal

10

Berdiri tegak, kaki rapat, tangan di samping tubuh, pandangan lurus ke depan.

Langkah Kaki

10

Langkah di tempat, maju, mundur, atau menyilang sesuai irama.

Gerakan Lengan

10

Ayunan tangan ke depan, ke samping, ke atas, atau kombinasi gerakan sesuai instruksi.

Gerakan Tubuh

10

Gerakan memutar pinggang, membungkuk, atau melompat sesuai irama dan instruksi.

2. Sikap Tubuh

Postur Tubuh

10

Tubuh tegap, tidak membungkuk, pandangan ke depan.

Keseimbangan

10

Stabilitas tubuh saat melakukan gerakan, tidak mudah kehilangan keseimbangan.

Transisi Gerakan

10

Perpindahan antar gerakan dilakukan dengan mulus dan tidak kaku.

3. Ketepatan Irama

Sinkronisasi Musik

15

Gerakan dilakukan sesuai dengan tempo dan irama musik.

Konsistensi

10

Tidak ada gerakan yang tertinggal atau mendahului musik.

4. Ekspresi dan Energi

Ekspresi Wajah

10

Wajah ceria dan semangat, mendukung keseluruhan penampilan.

Energi

15

Gerakan dilakukan dengan semangat, terlihat penuh energi dari awal hingga akhir.

Total Skor Maksimal: 120

  • Setiap kategori diberi skor maksimal berdasarkan tingkat kepentingannya.
  • Penilaian dilakukan berdasarkan keakuratan, harmoni, dan energi pada setiap aspek.

Tabel ini memberikan struktur yang jelas dengan pembagian skor untuk setiap kategori, memudahkan evaluasi yang adil dan obyektif!

 

Berikut adalah tabel penilaian sikap yang harus dimiliki ketika belajar senam:

Aspek Penilaian

Kategori Sikap

Skor

Deskripsi

1. Disiplin

Kehadiran Tepat Waktu

10

Peserta hadir tepat waktu untuk latihan atau pelajaran senam.

Mematuhi Instruksi

10

Peserta mengikuti semua arahan pelatih atau instruktur dengan baik.

Konsistensi Latihan

10

Peserta menunjukkan dedikasi dengan konsisten mengikuti seluruh rangkaian latihan.

2. Kerjasama

Kemampuan Berkolaborasi

10

Peserta mampu bekerja sama dengan tim, membantu menciptakan kekompakan dalam formasi.

Saling Mendukung

10

Peserta memberikan dukungan moral kepada anggota tim lainnya saat latihan.

3. Sikap Positif

Semangat Belajar

10

Peserta menunjukkan antusiasme dan semangat selama proses belajar.

Sikap Sportif

10

Peserta menerima masukan atau koreksi dengan lapang dada dan sikap sportif.

4. Kebersihan dan Kerapihan

Pakaian dan Perlengkapan

10

Peserta memastikan pakaian dan perlengkapan senam sesuai standar dan rapi.

Kebersihan Tempat Latihan

10

Peserta menjaga kebersihan dan membantu merapikan tempat latihan setelah selesai.

Total Skor Maksimal: 80

  • Disiplin: Menilai kedisiplinan peserta dalam mematuhi waktu dan arahan selama belajar senam.
  • Kerjasama: Fokus pada kemampuan peserta untuk berkolaborasi dan menciptakan kekompakan tim.
  • Sikap Positif: Mengukur semangat dan sikap sportif peserta selama proses pembelajaran.
  • Kebersihan dan Kerapihan: Menilai upaya peserta dalam menjaga kebersihan dan kerapihan tempat latihan.

Tabel ini dirancang untuk menilai sikap non-teknis yang mendukung keberhasilan pembelajaran senam secara menyeluruh.

 

 

 


 

Form Penilaian Senam Indonesia Sehat 2025

Data Siswa

  • Nama Siswa: _______________________________________
  • Kelas: ___________________________________________
  • Tanggal Penilaian: ________________________________

Penilaian Gerakan dan Sikap

Aspek Penilaian

Kategori

Skor Maksimal

Skor Diperoleh

Keterangan

1. Gerakan Dasar

Posisi Awal

10

Langkah Kaki

10

Gerakan Lengan

10

Gerakan Tubuh

10

2. Sikap Tubuh

Postur Tubuh

10

Keseimbangan

10

Transisi Gerakan

10

3. Ketepatan Irama

Sinkronisasi Musik

15

Konsistensi

10

4. Ekspresi dan Energi

Ekspresi Wajah

10

Energi

15

5. Sikap Belajar

Kehadiran Tepat Waktu

10

Mematuhi Instruksi

10

Kerjasama (Kolaborasi)

10

Sikap Positif (Sportifitas)

10

Kebersihan dan Kerapihan

10


 

Rekapitulasi Skor

Kategori

Skor Maksimal

Skor Diperoleh

Persentase (%)

Gerakan Dasar

40

Sikap Tubuh

30

Ketepatan Irama

25

Ekspresi dan Energi

25

Sikap Belajar

50

Total Skor

170


Kesimpulan dan Catatan Penilaian

  • Predikat: (Sangat Baik/Baik/Cukup/Kurang)
  • Komentar/Koreksi:



Penilai:
Nama: ______________________________
Tanda Tangan: ______________________

 

Selasa, 11 Maret 2025

Hubungan Antara Olahraga, Puasa, dan Kecerdasan Otak

      

Otak, olahraga, puasa

   

        Dalam era modern, kesehatan otak menjadi perhatian utama dalam meningkatkan kualitas hidup. Faktor-faktor seperti pola makan dan aktivitas fisik memiliki dampak yang signifikan terhadap fungsi otak. Olahraga telah terbukti meningkatkan neuroplastisitas, sedangkan puasa intermiten dapat merangsang produksi faktor neurotropik yang berperan dalam kecerdasan dan daya ingat.

Olahraga dan Fungsi Otak

    Olahraga memiliki efek neuroprotektif yang signifikan. Aktivitas fisik dapat meningkatkan aliran darah ke otak, merangsang produksi Brain-Derived Neurotrophic Factor (BDNF), serta meningkatkan plastisitas sinaptik (Cotman & Berchtold, 2002). BDNF adalah protein yang mendukung pertumbuhan neuron, meningkatkan daya ingat, dan melindungi otak dari gangguan neurodegeneratif seperti Alzheimer dan Parkinson (Hillman et al., 2008). Selain itu, olahraga aerobik seperti berlari dan bersepeda dapat meningkatkan volume hippocampus, yang berperan dalam pembelajaran dan memori (Erickson et al., 2011). Selain itu, olahraga juga dapat meningkatkan kadar neurotransmiter seperti dopamin dan serotonin yang berperan dalam meningkatkan mood dan mengurangi risiko depresi (Dishman et al., 2006).

Puasa dan Kesehatan Otak

        Puasa intermiten telah terbukti memberikan berbagai manfaat kognitif. Selama puasa, tubuh mengalami peningkatan produksi keton yang dapat digunakan sebagai sumber energi oleh otak (Mattson et al., 2018). Selain itu, puasa juga dapat merangsang produksi BDNF dan mengurangi stres oksidatif, yang berkontribusi terhadap perlindungan neuron (Longo & Mattson, 2014). Studi pada hewan menunjukkan bahwa puasa dapat meningkatkan neurogenesis dan memperbaiki fungsi sinaptik (Lee et al., 2002). Selain itu, puasa dapat meningkatkan mekanisme autofagi, yang membantu membersihkan sel-sel otak dari protein beracun yang dapat menyebabkan penyakit neurodegeneratif (Yoshinori, 2016).

Kombinasi Olahraga dan Puasa untuk Meningkatkan Kecerdasan Otak

        Kombinasi antara olahraga dan puasa dapat memberikan efek sinergis terhadap kesehatan otak. Penelitian menunjukkan bahwa ketika seseorang berolahraga dalam kondisi berpuasa, terjadi peningkatan produksi BDNF yang lebih tinggi dibandingkan ketika berolahraga tanpa puasa (Mattson & Wan, 2005). Selain itu, kombinasi ini juga dapat meningkatkan ketahanan otak terhadap stres dan peradangan, yang berkontribusi terhadap peningkatan kognitif jangka panjang. Selain itu, peningkatan sensitivitas insulin akibat puasa dan olahraga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan glukosa oleh otak, yang berdampak positif pada daya ingat dan kemampuan berpikir (Holloszy, 2013).

Dampak Jangka Panjang Olahraga dan Puasa Terhadap Kognisi

        Penelitian jangka panjang menunjukkan bahwa individu yang rutin berolahraga dan menjalani puasa intermiten memiliki risiko lebih rendah terkena penyakit neurodegeneratif seperti Alzheimer dan Parkinson (Mattson et al., 2018). Selain itu, kebiasaan ini juga dikaitkan dengan peningkatan ketahanan terhadap stres dan penuaan otak yang lebih lambat. Efek ini diduga berasal dari kombinasi peningkatan faktor neurotropik, peningkatan metabolisme energi otak, serta perbaikan fungsi sinaptik yang berkelanjutan (Gomez-Pinilla, 2008).

Kesimpulan

        Olahraga dan puasa memiliki manfaat yang signifikan dalam meningkatkan kecerdasan otak. Olahraga dapat meningkatkan neuroplastisitas dan melindungi otak dari penyakit neurodegeneratif, sementara puasa membantu dalam produksi keton dan BDNF yang mendukung kesehatan otak. Kombinasi antara keduanya dapat memberikan efek optimal dalam meningkatkan fungsi kognitif dan memperlambat penuaan otak.

Referensi

Cotman, C. W., & Berchtold, N. C. (2002). Exercise: a behavioral intervention to enhance brain health and plasticity. Trends in Neurosciences, 25(6), 295-301.
Dishman, R. K., Berthoud, H. R., Booth, F. W., Cotman, C. W., Edgerton, V. R., Fleshner, M. R., & Gomez-Pinilla, F. (2006). Neurobiology of exercise. Obesity, 14(3), 345-356.
Erickson, K. I., et al. (2011). Exercise training increases size of hippocampus and improves memory. Proceedings of the National Academy of Sciences, 108(7), 3017-3022.
Gomez-Pinilla, F. (2008). Brain foods: the effects of nutrients on brain function. Nature Reviews Neuroscience, 9(7), 568-578.
Hillman, C. H., Erickson, K. I., & Kramer, A. F. (2008). Be smart, exercise your heart: exercise effects on brain and cognition. Nature Reviews Neuroscience, 9(1), 58-65.
Holloszy, J. O. (2013). Exercise increases total and reduces visceral fat: a review of the mechanisms and effects. Journal of Applied Physiology, 114(6), 834-841.
Lee, J., Duan, W., Long, J. M., Ingram, D. K., & Mattson, M. P. (2002). Dietary restriction increases BDNF and neurogenesis in the hippocampus of mice. Journal of Neurochemistry, 80(3), 539-547.
Longo, V. D., & Mattson, M. P. (2014). Fasting: molecular mechanisms and clinical applications. Cell Metabolism, 19(2), 181-192.
Mattson, M. P., & Wan, R. (2005). Beneficial effects of intermittent fasting and caloric restriction on the cardiovascular and cerebrovascular systems. Journal of Nutritional Biochemistry, 16(3), 129-137.
Mattson, M. P., et al. (2018). Intermittent metabolic switching, neuroplasticity and brain health. Nature Reviews Neuroscience, 19(2), 63-80.
Yoshinori, O. (2016). Autophagy in the regulation of health and disease. Cell, 167(5), 1265-1276.

Latihan Tes Kebugaran Jasmani Indonesia (TKJI).

 Latihan Tes Kebugaran Jasmani Indonesia (TKJI) Step 2.           Untuk mengukur kecepatan seseorang dilakukan Tes Sprint 60 Meter untuk ana...